Life seems like a never ending movie, and the spoiler is out: we are gonna die somewhere at one of the scenes
Life seems like a never ending movie, and the spoiler is out: we are gonna die somewhere at one of the scenes
Ketika Kita Berlebih
Dulu, saya pernah mengalami obsesif kompulsif ala Jimbron di Sang Pemimpinya, Andrea Hirata. Bukan pada kuda, tapi pada tas sekolah berbentuk kotak, mirip tas mantri puskesmas. Setiap ada kesempatan, saya akan merengek ke ibu, meminta dibelikan tas yang sama yang akan saya isi dengan banyak buku dan makanan, yang karena desainnya, akan saya bawa dengan cara dijinjing. Tapi orang tua saya yang hanya pegawai honorer di kantor kelurahan, menjawab rengekan saya dengan memberikan saya tas baru buatan ibu, dengan tiga lubang Panjang berjejer di bagian depan untuk tempat pencil, dan rumbai-rumbai pemanis di bagian penutupnya..
Sayangnya, tas asli buatan ibu tak mampu mengurangi sedikitpun gejala obsesif kompulsif saya pada tas kotak yang hanya dimiliki Andi, teman satu kelasku di SD. Mungkin karena saya masih berumur 7 tahun, gejala obsesif kompulsif saya ketika melihat tas itu adalah mendekati dan memegang tas milik Andi, menanyakan berulang-ulang dimana ia membelinya, dan berapa harganya. Parahnya, Andi yang bapaknya lurah selalu bilang bahwa tasnya itu dibelinya di Jakarta, yang dulu rasanya jauh dan tak mungkin dicapai. Andi juga bilang harga tas miliknya sedemikian mahal dan anak pegawai honorer seperti diriku, juga anak petani seperti kebanyakan teman-teman sekelas, tak akan mampu membelinya.
Di rumah, obsesif kompulsifku muncul dengan selalu merengek dan meminta dibelikan tas yang sama pada Ibu dan Bapakku. Begitu setiap harinya. Sampai kemudian aku lelah, dan akhirnya hanya bisa membenci Andi dan kehadirannya, juga tas kotak yang tak mungkin aku miliki. Di rumah, pun aku jadi benci bapakku yang cuma bisa jadi honorer dan bukan lurah di desaku.
Dalam hidup, saya, dan mungkin sebagian kita, seringkali menginginkan sesuatu dengan sangat tapi tak mampu kita dapatkan. Di sisi lain, banyak orang di sekitar kita yang dengan mudah mendapatkan hal tersebut. Parahnya, kenyataan bahwa orang lain bisa mendapatkan apa yang kita inginkan seringnya muncul di depan mata, seperti Andi, teman saya di SD, yang dengan jumawa menjinjing tas kotak idamannya setiap melewati tempat duduk saya di kelas. Saya dan mungkin sebagian kita akan bereaksi seperti saya waktu SD dulu, membenci mereka yang mudah menerima apa yang kita mau, membenci orang atau institusi yang telah memberi berkah, picik mata dan hati hingga lupa bersyukur atas apa yang dimiliki sekarang.
Karenanya, setiap kali berlebih dan menerima berkah, saya ingin tak banyak mengabarkan ke banyak orang, apalagi berkali-kali mengabarkan atau sekedar memperbincangkan, hanya untuk menunjukan saya mampu atau saya lebih dari yang lain. Saya tahu, betapa tersiksanya tak menerima berkah yang sama dengan orang lain. Juga, saya sadar bahwa mengabarkan berkah yang sulit didapat orang lain akan membuat mereka tak mampu bersyukur, membenci orang dan institusi pemberi berkah atau jangan-jangan membenci Tuhan, yang menurut mereka, tidak adil.
Healthy Fried Rice
Fried rice is always a comfort food for me. It wasn’t this way back then when I was a kid. We had fried rice made by my late mother almost every day. I complained a few times and refused to eat, but my mother responded by making us another kind of…fried rice 🤣
She made brownish fried rice with poured soybean ketchup. Then, some other times she made white fried rice with simple chopped shallot, or green fried rice with leaves of Indian mulberry, or yellow fried rice with a pinch of turmeric. I started to like my breakfast, until later I found that my mom fried rice is not a mean comforting, it was indeed a means of surviving.
My father who was working as a clerk had not much money to provide a decent breakfast for his 7 children, along with nieces and nephews who also stayed with us. My mom was smart enough to cook meals for all those mouths while fitting in to how much money we had. Fried rice is a cheap meal, she just needed a big basket of left-over rice and whatever available spices and condiments in the kitchen. She proved to me that she is not only the best chef but also a creative one.
Her best fried rice is made with chicken liver and gizzard. Not only the taste that makes it special, but also she made it only during ied or when my father had the yearly bonus. It was a simple meal though, she crushed shallot, chilies, a brick of ginger, and turmeric on the stone grinder, then put it on the hot cooking oil. The smell soon burst and invite my mouth to watering. I was standing on the corner, waiting, looking at my mom later put the sliced boiled chicken liver and gizzard then dump all the rice onto it. The taste of the fried rice is beautiful and all the waiting was a well pay-off.
Fried rice is always a comfort food for me, but as time continues ticking, I am aware that too much rice is not good for my blood sugar. Inspired by my late mom's recipes, this is a chicken liver and gizzard fried rice with a healthier (I think so) version of rice. This is special, not because of the taste, but this brings me a never-ending longing for the best and most creative cook in my world. I miss you, mom.